Minggu, 10 Agustus 2014

Merayakan Sekian Abad Kemerdekaan

     

    Sebentar lagi peringatan hari kemerdekaan Republik Indonesia ke 69 . Gegap gempita sorak sorai seluruh rakyat Indonesia berkumandang dari Sabang sampai Papua dari Miangas sampai Rote . Kemerdekaan adalah hak segala bangsa demikianlah pembukaan UUD 45 . Tanah tumpah darah yang penuh dengan kekayaan diperjuangkan oleh para pahlawan bangsa . Hidup dalam alam kemerdekaan adalah keniscayaan tegaknya keadilan menuju kemakmuran . Sekali lagi kedaulatan dalam alam kemerdekaan adalah semesta berlakunya nalar alam pikiran yang sehat dan rasional serta pendayagunaan hati nurani . Selebihnya nafsu kotor penuh kekerdilan dan pendendam .

    Kiranya kita telah belajar bahwa merebut kemerdekaan adalah harga yang sangat mahal luar biasa . Janganlah kemudian kehidupan dialam kemerdekaan ini dikotori oleh jiwa-jiwa yang absen dari kebenaran , jiwa-jiwa yang lepas dari tanggung jawab , jiwa pendendam , dengki , amarah dan hasut . Ingatlah ketika Syahrir ( nahkoda pertama republik ) menjadi suluh , menjadi seruni ketika seluruh rakyat Indonesia terancam amuk revolusi . Suara seruni kecil nan lirih namun menjadi penerang hati yang gelap kala itu .

    Jiwa-jiwa besar inilah yang menumbuhkan semangat cinta kemerdekaan akan tanah air yang berdaulat . Jiwa yang tidak pernah absen dengan penalaan , nalar dan asas purata kencana . Semata demi cita-cita kebaikan bersama sebagai sebuah bangsa yang merdeka dan berdaulat , adil , makmur serta mengesampingkan perbedaan .

    Kiranya sejarah perjalanan bangsa tidak selalu mulus sesuai angan , namun mental harus selalu diasah menuju perbaikan-perbaikan . Bangsa yang besar selalu belajar , berproses , bermetamorfosa menuju kebaikan-kebaikan .


Tony Herdianto

Dekonstruksi

   Masyarakat yang gemar baca buku adalah cerdas. Sebaliknya ia menjadi pandir ketika meniggalkan buku.









Senin, 09 Juni 2014

buku buku lagi

 sejak dari klasik hingga kontemporer maka buku juga tentang sejarah peradaban manusia , silahkan dipelototi kover bukunya dulu , pertanyaan dan saran saya tunggu di komentar dibawah , terima kasih .





















Senin, 19 Mei 2014

Tidak Membaca Hitam Putih

    Kisah epos wiracarita Mahabarata sungguh memesona saya sewaktu kecil SD sampai SMP . Apalagi pernah ditayangkan dilayar TPI jaman dulu , sehingga terpaksa lari dari eskul Pramuka . Saking gandrungnya lari-lari kecil mulai dari sekolah sampai rumah yang jaraknya kurang lebih satu kilometer saya lakoni demi sebuah epos yang diangkat dilayar kaca . Saya terpana dengan kesaktian para anak titisan dewa yang dominan dalam cerita tersebut . Dan jelas karakter Pandawa adalah milik kita semua ( waktu itu ) . Beranjak SMP saya menemukan cerita Mahabarata yang bergambar bisa dikatakan komik . Anehnya bukan tulisan cerita yang membuat saya berlama-lama memelototi komik tersebut , namun gambar sampul sampai isi . Lantas saya punya kesimpulan bahwa tukang gambarnya hebat menurut alam pikiran saya pada saat itu , lha wong soalnya saya kurang atau bahkan sangat jelek jika menggambar hahaha ( ini karakter jelek atau eksentrik saya , wong nggak punya keahlian atau jeblok pada kurikuler tertentu malah tertawa terbahak-bahak ) . Kembali ke epos Mahabarata bahwa ternyata episode di televisi sudah nggak berlanjut dan saya lupa .

    Melompat sekitar tahun 2004-2005 adalah karya Agus Sunyoto , Suluk Abdul Jalil . Pada bagian pengantar saya terhenyak ketika membaca pemaparan penulis dalam exegese bahwa sejarah adalah milik pemenang perang . sebagaimana kita tahu peristiwa tumpas kelor / genosida bangsa Eropa terhadap bangsa Indian di Amerika . Bangsa Indian digambarkan buas , pemakan sesama dan suka berperang . Dalam karya fiksi Karl May / OLd Shuterhand malah berkawan baik atau bersahabat dengan Winnetou kepala suku bangsa Apache yang agung . Maka penggambaran hitam atas putih bisa jadi penafsiran subjektif pemenang perang .

    Inilah yang kemudian menjadikan penilaian lain saya terhadap epos wiracarita bahkan sebuah peristiwa yang harus diselami dari berbagai sudut pandang . Sayang ini adalah ranah filsafat sejak jaman prawayang sampai kontemporer maka kedangkalan adalah pemenangnya . Segala harus serba instan , yang dalam dibungkus saja buat arsip di museum ha ha . Salam .

Tony Herdianto


Seratus Tahun Kesunyian Legiun Asing Dan Secangkir Kopi

Bowo seorang pemuda yang merasa lapar dan ingin makan. Bowo berjalan-jalan mencari tempat yang cocok untuk menutupi keinginannya tersebut. S...