Tampilkan postingan dengan label epos. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label epos. Tampilkan semua postingan

Senin, 19 Mei 2014

Tidak Membaca Hitam Putih

    Kisah epos wiracarita Mahabarata sungguh memesona saya sewaktu kecil SD sampai SMP . Apalagi pernah ditayangkan dilayar TPI jaman dulu , sehingga terpaksa lari dari eskul Pramuka . Saking gandrungnya lari-lari kecil mulai dari sekolah sampai rumah yang jaraknya kurang lebih satu kilometer saya lakoni demi sebuah epos yang diangkat dilayar kaca . Saya terpana dengan kesaktian para anak titisan dewa yang dominan dalam cerita tersebut . Dan jelas karakter Pandawa adalah milik kita semua ( waktu itu ) . Beranjak SMP saya menemukan cerita Mahabarata yang bergambar bisa dikatakan komik . Anehnya bukan tulisan cerita yang membuat saya berlama-lama memelototi komik tersebut , namun gambar sampul sampai isi . Lantas saya punya kesimpulan bahwa tukang gambarnya hebat menurut alam pikiran saya pada saat itu , lha wong soalnya saya kurang atau bahkan sangat jelek jika menggambar hahaha ( ini karakter jelek atau eksentrik saya , wong nggak punya keahlian atau jeblok pada kurikuler tertentu malah tertawa terbahak-bahak ) . Kembali ke epos Mahabarata bahwa ternyata episode di televisi sudah nggak berlanjut dan saya lupa .

    Melompat sekitar tahun 2004-2005 adalah karya Agus Sunyoto , Suluk Abdul Jalil . Pada bagian pengantar saya terhenyak ketika membaca pemaparan penulis dalam exegese bahwa sejarah adalah milik pemenang perang . sebagaimana kita tahu peristiwa tumpas kelor / genosida bangsa Eropa terhadap bangsa Indian di Amerika . Bangsa Indian digambarkan buas , pemakan sesama dan suka berperang . Dalam karya fiksi Karl May / OLd Shuterhand malah berkawan baik atau bersahabat dengan Winnetou kepala suku bangsa Apache yang agung . Maka penggambaran hitam atas putih bisa jadi penafsiran subjektif pemenang perang .

    Inilah yang kemudian menjadikan penilaian lain saya terhadap epos wiracarita bahkan sebuah peristiwa yang harus diselami dari berbagai sudut pandang . Sayang ini adalah ranah filsafat sejak jaman prawayang sampai kontemporer maka kedangkalan adalah pemenangnya . Segala harus serba instan , yang dalam dibungkus saja buat arsip di museum ha ha . Salam .

Tony Herdianto


Seratus Tahun Kesunyian Legiun Asing Dan Secangkir Kopi

Bowo seorang pemuda yang merasa lapar dan ingin makan. Bowo berjalan-jalan mencari tempat yang cocok untuk menutupi keinginannya tersebut. S...