Tampilkan postingan dengan label sejarah. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label sejarah. Tampilkan semua postingan

Senin, 03 Januari 2022

Waktu Adalah Jam

 Siang ini sebenarnya cuma rebahan di samping kasur. Efek dingin lantai menyeruak kedalam tubuh. Sensasinya sungguh membuat rileks dan akhirnya tercetuslah ide tentang tulisan ini.

Jam


Sebagai penunjuk waktu adalah monumental dan revolusioner menurut saya. Jam berarti bilamana kita melakukan atau diam terhadap pekerjaan. Soal ini saya ketahui ketika ada istilah jam kerja.

Jam berarti posisi ketika kita berada. Sedemikian penting posisi jam buat kehidupan termutakhir. Pun digital juga merambah jam.


Jam juga mewadahi kebudayaan dan waktu senggang. Jam sangat sesuai buat artis maupun pekerja pada umumnya. Bedanya hanya pengelolaan dan rantai penyebaran antara artis dan pekerja pada umumnya.

Bahkan sejarah termutakhir dibuat berdasarkan jam. Seperti jam berapa kita meletakkan batu pertama pembangunan sebuah bandara internasional misalnya. Tabik.

Jumat, 16 Oktober 2015

berbicaralah sastra

Maka adalah sastra merekam segala gejolak sosial yang aktual pada saat peristiwa atau kejadian berlangsung . Bahwa peristiwa kemerdekaan juga diikuti oleh revolusi sosial menentang penguasa lokal yang tidak Jakarta minded . Di Jawa keraton kasunanan Surakarta tidak berdaya ia kehilangan status sebagai daerah otonom . Begitu juga kesultanan di Sumatra Timur para raja dan bangsawan menjadi korban revolusi anaknya sendiri .

Berlanjut masa awal kemerdekaan dengan apik AA Navis menggambarkan pergolakan PRRI . Bahwa para penjarah yang adalah pemberontak tak jadi menjarah korban dalam bus lantaran korban mengaku kalau kakak iparnya juga berjuang masuk ke hutan . Juga pasca PRRI ketika gerakan nasional pemberantasan buta huruf justru membuat malang seorang yang buta huruf karena terjaring razia .

Pun menjelang pergantian kekuasaan dibakarlah istana kesultanan Bulungan di Kalimantan Timur . Lantaran dituduh anti revolusi dan mau membangkang , sepertinya ini hanya pengulangan belaka para penghasut dalam samudra revolusi .

Meloncat ketika masa saya SMA terjadi tuntutan agar pemimpin nasional mundur dan diadakan pemilu , namun kekeuhnya sang pemimpin membuat ia terjungkal dan menjadi pesakitan . Bagai cendawan dimusim hujan berteranlah karya karya anak bangsa . Namun yang memilukan masih saja peristiwa amoral turut serta , penjarahan dan pemerkosaan .

Kini setelah sekian tahun masa masa demokrasi tugas kita adalah mengusahakan kemerdekaan untuk segala bangsa . Karena kebencian yang membabi buta tidak memiliki peranan kecuali generasi yang hilang dan absurd . 

Jalan tengah adalah jawaban dari kejumudan demokrasi prosedural , sastra menjadi ruang batin nasional . Membaca sastra membaca sejarah bangsa makakita akan dapatkan hikmah agar das sollen tidak bertentangan dengan das sein . Salam .


Senin, 19 Mei 2014

Tidak Membaca Hitam Putih

    Kisah epos wiracarita Mahabarata sungguh memesona saya sewaktu kecil SD sampai SMP . Apalagi pernah ditayangkan dilayar TPI jaman dulu , sehingga terpaksa lari dari eskul Pramuka . Saking gandrungnya lari-lari kecil mulai dari sekolah sampai rumah yang jaraknya kurang lebih satu kilometer saya lakoni demi sebuah epos yang diangkat dilayar kaca . Saya terpana dengan kesaktian para anak titisan dewa yang dominan dalam cerita tersebut . Dan jelas karakter Pandawa adalah milik kita semua ( waktu itu ) . Beranjak SMP saya menemukan cerita Mahabarata yang bergambar bisa dikatakan komik . Anehnya bukan tulisan cerita yang membuat saya berlama-lama memelototi komik tersebut , namun gambar sampul sampai isi . Lantas saya punya kesimpulan bahwa tukang gambarnya hebat menurut alam pikiran saya pada saat itu , lha wong soalnya saya kurang atau bahkan sangat jelek jika menggambar hahaha ( ini karakter jelek atau eksentrik saya , wong nggak punya keahlian atau jeblok pada kurikuler tertentu malah tertawa terbahak-bahak ) . Kembali ke epos Mahabarata bahwa ternyata episode di televisi sudah nggak berlanjut dan saya lupa .

    Melompat sekitar tahun 2004-2005 adalah karya Agus Sunyoto , Suluk Abdul Jalil . Pada bagian pengantar saya terhenyak ketika membaca pemaparan penulis dalam exegese bahwa sejarah adalah milik pemenang perang . sebagaimana kita tahu peristiwa tumpas kelor / genosida bangsa Eropa terhadap bangsa Indian di Amerika . Bangsa Indian digambarkan buas , pemakan sesama dan suka berperang . Dalam karya fiksi Karl May / OLd Shuterhand malah berkawan baik atau bersahabat dengan Winnetou kepala suku bangsa Apache yang agung . Maka penggambaran hitam atas putih bisa jadi penafsiran subjektif pemenang perang .

    Inilah yang kemudian menjadikan penilaian lain saya terhadap epos wiracarita bahkan sebuah peristiwa yang harus diselami dari berbagai sudut pandang . Sayang ini adalah ranah filsafat sejak jaman prawayang sampai kontemporer maka kedangkalan adalah pemenangnya . Segala harus serba instan , yang dalam dibungkus saja buat arsip di museum ha ha . Salam .

Tony Herdianto


Seratus Tahun Kesunyian Legiun Asing Dan Secangkir Kopi

Bowo seorang pemuda yang merasa lapar dan ingin makan. Bowo berjalan-jalan mencari tempat yang cocok untuk menutupi keinginannya tersebut. S...