Senin, 16 April 2012

Tentang Nama Tempat dan Kehadiran

Bisa dikatakan sebagaimana lazimnya,mungkin sejak kita masuk Taman Kanak-kanak. Tempat dimana kita dipanggil sesuai nama dan nomor urut absen. Kehadiran adalah semacam kewajiban jika kita patuh pada aturan main. Akan menjadi lain jika hal tersebut diatas kita arahkan ke sebuah ruang publik anonim. Ambil contoh terminal,jalan raya atau bandara. Disini kehadiran kita diwakili oleh atribut,simbol atau emblem yang kita kenakan.

Maka hal yang tak terbantahkan adalah jalinan komunikasi yang semrawut. Kita tidak dikenali sebagai entitas individu seperti dalam sebuah kelompok masyarakat atau dalam keluarga. Bahasa kerennya adalah anda adalah apa yang anda kenakan. Maka yang terjadi adalah perebutan frekuensi karena dibangun secara acak disebuah ruang publik anonim. Inilah yang kemudian mendorong warga kota hanya mengenal entitas sebatas yang intim.

Menjadi semakin lebih semrawut karena terjadi proses suaka secara tidak sadar terhadap kekacauan. Menjadi nyentrik bahkan eksotik ketika kita memanggil entitas ke dalam sebuah jurusan tertentu seperti layaknya pedagang dipasar. Kode untuk mengenal semacam feromon siapa paling tajam pembauannya atau instingnya maka pasar akan dikuasai.

Dari ruang privat ke ruang publik informasi ditukarkan secara acak maka tangkapan frekuensi baik buruknya tergantung kepada antena. Dari sini informasi diolah untuk kemudian disandikan balik secara acak. Sekali lagi perebutan tak terelakkan sesuai dengan sifat ruang publik anonim yang acak. Antena insting dan ketajaman adalah bahasa universal yang mana bukti dilapangan akan menunjukkan siapa kita dalam balutan ruang publik anonim. (Salam)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Seratus Tahun Kesunyian Legiun Asing Dan Secangkir Kopi

Bowo seorang pemuda yang merasa lapar dan ingin makan. Bowo berjalan-jalan mencari tempat yang cocok untuk menutupi keinginannya tersebut. S...