Rabu, 11 Juli 2012

Goblok Kolektif

Mengolah mitos menjadi ilmu pengetahuan atau mencari jalan tengah, bahwa mengubah wabah menjadi hikmah adalah tugas mulia yang diemban oleh manusia beradab. Sebab jaman semakin mutakhir semakin kompleks maka dibutuhkan suatu sistem untuk mengurai kerumitan . Ibarat rel yang lapuk maka kereta hampir selalu anjlok bahkan keluar lintasan. Dibutuhkan juga manusia dengan kesadaran baru , sebagai makhluk sosial maka kita wajib bekerja sama. Faktanya adalah kesejahteraan jauh api dari panggang, sembako semakin mahal, kesehatan tidak murah apalagi sekolah seperti barang dagang pada umumnya. Belum lagi carut marut kisruh bidang hukum , politik dan keamanan. Wow negeri kita kaya akan sistem yang amburadul saling tumpang tindih. Kekerasan hari ini secara gilang gemilang direproduksi oleh kelompok kepentingan demi rebutan lapak dan lahan parkir. Berlaku benturan antar kebiadaban bahwa sistem yang pandir masih bertahan lantaran mitos sering mendahului fakta. Mungkin kita kaya lantaran klenik dan hal hal yang memang menjadi tradisi secara kolektif. Dari sini dihasilkan sebuah sintesa bahwa kegoblokan dihasilkan lantaran sistem dan pelaksana teknis lapangan setali tiga uang, lha guru saya maling maka saya juga jadi maling.

Menjadi urgen bahwa ketika berdiskusi dengan seorang teman bahwa karakter ternyata bisa diubah. Nah hari saat sekarang sanggupkah kita berubah dari karakter yang korup menjadi wajar tanpa pengecualian mirip audit BPK. Bahwa sistem korup saling berkelit kelindan dengan imun imun yang juga korup. Dari sini nampaknya nurani yang sanggup bicara manakala akal sudah nggak waras, logika jungkir balik lantaran goblokisme kolektif. Lantas sampai kapan sistem yang cerdas sanggup membebaskan manusia yang terjebak dalam goblokisme kolektif. Pada akhirnya akan dicari jalan ke masa lampau atau tradisi kearifan lokal yang kemudian bertransformasi sebagai jati diri atau membangun karakter yang sesuai jati diri bangsa.

Kita terjebak ke dalam samudra goblokisme kolektif internasional lantaran sejak awal tidak ada usaha yang sungguh sungguh untuk menjadikan kemanusiaan sebagai landasan pencapaian kemerdekaan dan kedaulatan. Alih alih demi kemanusiaan yang adil dan beradab yang ada hanyalah seberapa kaya dan kuasa kita terhadap akses publik yang seharusnya dinikmati rakyat banyak. Semakin panjang daftar dosa dan kesalahan goblokisme kolektif maka semakin hancur rusak binasa keadaban dan peradaban manusia . Kita mungkin hanya menunggu ratu adil namun ratu adil adalah tafsir imajiner manusia yang kalah sebelum berperang. Menilik Pramudya Ananta Toer dalam sebuah novel kebenaran tidak akan jatuh dari langit kebenaran akan tegak karena diusahakan secara sungguh-sungguh sepenuh hati. (Salam)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Seratus Tahun Kesunyian Legiun Asing Dan Secangkir Kopi

Bowo seorang pemuda yang merasa lapar dan ingin makan. Bowo berjalan-jalan mencari tempat yang cocok untuk menutupi keinginannya tersebut. S...