Tampilkan postingan dengan label Opini. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Opini. Tampilkan semua postingan

Minggu, 11 Maret 2012

Sebuah Gagasan Tentang Kuasa

  

  Kelak pada saatnya kita dihadapkan pada sebuah pilihan dikuasai atau menguasai. Kedua term sebenarnya saling bergantung dan saling berinteraksi. Keduanya bermain dalam oposisi biner, yang mana saling mempengaruhi dan dipengaruhi. Dalam kehidupan ini kita mengenal ilmu dan teknologi, keduanya ternyata sangat berguna sekali. Hebatnya lagi sejak menjadi bahan kajian maka tumbuh seiring pula sebuah institusi untuk mencetak kelas penguasa.

    Maka terciptalah sekolah, apapun namanya kurikulum dan sistemnya sama. Program pendisiplinan individu dengan sistem sel. Dari sini pengetahuan tentang kuasa diproduksi,direpetisi dan digunakan sebagai alat dan komoditas oleh kelas penguasa. Maka barang siapa ingin lebur dalam kelas penguasa maka haruslah masuk sekolah.

    Dalam alam pengetahuan orang awam,bahwa gagasan sekolah adalah sebagai pengentas kebodohan kemiskinan keterbelakangan keterisolasian dan ketertindasan. Maka muncul  kalimat " ora tau mangan sekolah " , menunjukkan bahwa sekolah adalah sesuatu yang ajaib yang bisa mengubah nasib manusia. Bagi yang pernah mengalami masa sekolah mungkin juga berkata lain,bahwa selain mendidik maka sekolah juga gemar menghukum. Setidaknya menawarkan hal yang demikian bagi pelaku keonaran atau tidak patuh pada sistem.

    Dari sini pengetahuan diolah dan dijadikan baku,bahwa di sekolah antara kelas penguasa dan yang dikuasai terjadi interaksi atau spionase. Masing-masing pihak belajar dengan strategi dan pendekatan yang berbeda guna mencapai tujuan. Terjadi sistem kompromi, maka para pihak di sekolah kemungkinan akan saling melengkapi atau menutupi suatu realita bahwa sekolah bukan lembaga yang semata memberikan pengajaran dan pendidikan melainkan juga ajang mencari bakat untuk regenerasi kelas penguasa baru.

    Transformasi pengetahuan bisa berjalan searah juga spiral mengingat pengetahuan tidak hanya diolah di sekolah melainkan juga dari jejaring, baik di dunia nyata maupun maya ( internet ). Maka kuasa pengetahuan nampak bersifat demokratis dipermukaan. Namun apakah benar hal tersebut? apa tidak ada hidden agenda dari kelas penguasa?. Jika tujuan mulia pendidikan adalah mencerdaskan kehidupan masyarakat dan bangsa lantas mengapa secara global yang marak tampil adalah wajah garang korupsi dan kolusi.

     Bisa jadi anggapan masyarakat selain beroleh pengetahuan maka sekolah juga menawarkan kecurangan. Manipulasi besaran angka dan nilai dianggap wajar agar tetap dalam lingkaran sistem yang sesat. Inilah yang kemudian menjadikan pengetahuan tentang kuasa hanya dimaknai sebatas manipulasi kolusi kecurangan dan korupsi. Sebab pengetahuan awal diproduksi di sebuah lembaga bernama sekolah.

    Perlu dikaji ulang tentang gerakan wajib belajar 12 tahun yang sampai hari ini hanya dimaknai sebatas sekolah dari jenjang SD-SMA. Mengingat kuasa pengetahuan juga berlaku diluar tembok sekolah yang angkuh dan angker dengan segala dominasi kelas penguasa.

Sabtu, 03 Maret 2012

The Passion

Entah apa yang sebenarnya terlintas dalam benak saya, namun yang pasti ada sebuah asa untuk kita semua bangkit dari keterpurukan. Berawal dari menonton suatu peristiwa atau kejadian dari televisi maupun pengamatan langsung di lapangan. Tentang suatu gairah yang timbul ketika saya menyaksikan liga Inggris, fil Hollywood maupun film India. Disana telah direproduksi secara massal suatu budaya populer dan masyarakatnya bernikmat diri dengannya bahkan tercipta simbiosis mutualisme. Ada kehausan tersendiri terhadap budaya tontonan massa. Mungkin kita di indonesia jaman orang tua kita dulu jaman baheula adalah kegemaran menonton wayang atau kesenian ludruk maupun ketoprak.

Secara pastinya kapan budaya tontonan menjadi santapan wajib dan bersifat masal saya kurang mengetahui. Namun kegairahan itu sendiri adalah suatu panggilan, semacam kutukan agar budaya tontonan masal terus direproduksi tanpa henti. Akhirnya semua tergantung juga dengan semangat jaman juga semacam seleksi alam. Terjadi pertukaran di ruang-ruang publik, kita bangsa asia yang makanan pokok beras ternyata juga doyan menyantap hamburger pizza dan juga makanan impor lainnya. Sementara kita juga tahu bahwa sebagian dari kita juga kesulitan untuk sekedar mengganjal perut.

Mungkin juga karena dari kegairahan itu sendiri terdapat sistem otomatis untuk memproduksi suatu budaya tontonan masal. Mungkin jika sehari saja tidak diproduksi maka akan timbul gudik. Semacam penyakit yang bisa menular dan memalukan. Maka bisa siapa saja terkena semacam virus yang dinamakan kegairahan ini. Bisa juga dimaknai lain bahwa karena gairah manusia bertahan untuk terus hidup dan berkarya.

Jumat, 17 Februari 2012

Mendongeng Itu Baik

Sebagai bagian sastra lisan maka dongeng adalah kebiasaan para nenek dan orang tua kita jaman dulu, biasanya sebagai pengantar tidur malam hari. Kini mungkin para guru TK atau play group mulai mendongeng sebagai salah satu metode mengajar.

Dongeng adalah cerita berdasar ingatan pendongeng maka kelemahannya adalah daya ingat, namanya juga sastra lisan jika terlalu lama tidak disebarluaskan maka akan mengendap dan akan timbul versi baru penambahan atau pengurangan cerita. Sebagai tradisi asli sastra lisan warga nusantara  maka dongeng lestari selama beberapa abad sampai kemundurannya sekarang. Mengapa orang tua sekarang malas mendongeng? Mungkin beberapa hal, terutama mengenai kebiasaan, jika dilihat maka orang tua sekarang suka budaya atau seni tontonan, bisa menonton televisi atau bioskop, Keduanya adalah budaya cangkok yang dari luar. Berbeda dengan wayang yang asli tradisi nusantara.

Maka sebagai bagian seni budaya instan televisi dan bioskop semakin menggeser budaya lisan mendongeng, ini semakin menurunkan daya ingat pelestari dongeng manakala mereka juga tidak mewariskan kepada anak cucu bahwa mendongeng itu baik, apalagi jika dihubungkan sebagai bagian karakter bangsa, Maka mendongenglah karena mendongeng itu baik.

Urban Complex Society


 Hampir menggejala di kota-kota besar di Indonesia, terutama basis industri manufaktur maupun jasa dan perdagangan, biangnya adalah macet, moda transportasi umum yang acakadul, ledakan penduduk, lahan yang sempit, semua berhimpit menjadi komoditas.

 Macet ditanggulangi dengan pembangunan jalan tol baik dalam kota maupun lingkar luar kota. Disamping itu pembangunan jalan layang, disertai pula  jumlah kendaraan pribadi yang membludak baik mobil maupun motor, maka semakin semrawutlah wajah sebuah kota.

 Moda transportasi umum yang asal bisa hadir tiap hari juga menjadi penyumbang yang signifikan dalam kompleksitas kota. Asap yang tak terkendali juga usia keekonomian yang tak pernah diperhitungkan untuk sebuah moda transportasi umum, selain juga sopir yang ugal-ugalan maka semakin menjadi beban kota. 

 Pengurai disebagian kota besar malah tertelan oleh lingkungan sebagai contoh busway di Jakarta. Busway bisa dibilang dianggap gagal dalam hal mengurai kemacetan di Kota Jakarta malah sebaliknya dianggap biang kemacetan. Waktu tempuh dan jam antri juga menjadi masalah busway.

 Beranjak kepada ledakan penduduk terutama pulau Jawa, dimana hampir  2/3 populasi ada di pulau ini, hal ini linier dengan ketersediaan akses publik mulai sembako, transportasi layanan umum seperti kesehatan dan pendidikan. Terjadi persaingan yang tak sehat, disparitas semakin menganga bak luka yang tak kunjung sembuh karena disirami air garam. 

 Konflik tanah adalah konflik purba setua usia peradaban manusia, terkait juga cara pandang manusia, namun dijaman yang semakin modern ini maka konflik tanah adalah martabat hidup sebagai bagian komunitas. Hampir tak ada lagi istilah tanah tak bertuan apalagi tanah di kota adalah soal hidup dan mati.

 Maka kompleksitas diatas haruslah diurai satu per satu, Macet maka perlu pembatasan jumlah kendaraan pribadi yang beredar setiap hari. Bagaimana menerapkan kebijakan ini? Pajak progresif, three in one

 Moda transportasi umum dengan cara subsidi untuk pengadaan kendaraan baru dan jaminan ketersediaan suku cadang tentunya dengan subsidi pula. Ledakan penduduk perlu dengan intensifikasi gerakan KB nasional, bisa dengan menambah duta-duta di sekolah menengah dan perguruan tinggi untuk sosialisasi. 

 Konflik tanah dengan undang-undang landreform yang berpihak kepada masyarakat akar rumput. Maka sistem yang cerdas sanggup mengurai kompleksitas, sebaliknya sistem yang pandir tertelan oleh lingkungannya.

Seratus Tahun Kesunyian Legiun Asing Dan Secangkir Kopi

Bowo seorang pemuda yang merasa lapar dan ingin makan. Bowo berjalan-jalan mencari tempat yang cocok untuk menutupi keinginannya tersebut. S...