Bu Budi dan Bu Joko dua entitas seragam kaya warna. Bersebelahan
mereka sama-sama membuka usaha warung kopi yang hari ini ribut sejak ada
proses paten. Keduanya memasok minuman dan makanan bagi para pelajar
dan umum di sebuah komplek kantin perguruan tinggi di kota Jember.
Sebagai makhluk ekonomi keduanya terpanggil untuk mengabdikan diri
melayani segolongan pelajar yang kelihatannya " pemikir serius ", saya
kadang tertawa sendiri mengingat masa silam. Akankah pemikiran itu tetap
berlanjut di kantin-kantin.
Masa yang telah lampu membuat saya juga getol untuk sekedar bergiat dari
satu warung kopi ke warung kopi lainnya. Membahas tema yang hampir
seragam tentang lingkaran kemelaratan yang hampir selalu hinggap pada
diri ataupun lingkungan. Tak ubahnya pemikir sosialis lainnya dari
dimensi makro ke mikro juga sebaliknya.
Namun kita patut bersyukur di ruang publik bernama warung inilah kita
bebas mendirikan suatu mimbar dengan audiens terbatas sekaligus
menghujat sebuah kebijakan. Barangkali dari sinilah kemudian timbul
suatu ide tentang penjajahan. Kita mungkin pernah menjadi pelajar dan
memiliki ide atau pandangan menggusur sebuah kemapanan. Akan tetapi
sebuah pengetahuan tadi akan berubah melawan segala hal yang berbau
gangguan dan disiden.
Sebagai contoh para birokrat pejabat atau siapa saja dilingkaran
kekuasaan. Mungkin dulu mereka kritis namun setelah berkuasa? Inilah
kemudian apa yang disebut dengan kuasa pengetahuan oleh foucoult, bisa
juga knowledge is power oleh entah siapa yang mengatakan pertama kali.
Dari dimensi ini kemudian kekuasaan dibangun. Entah berdasarkan asas
kebaikan bersama atau kebaikan suatu kelompok.
Kembali lagi ke sebuah ruang publik bernama kantin atau kerennya warung.
Dari sini proses klasifikasi terbentuk kita mengkotak-kotak diri kita
sesuai dengan minat bakat dan kemampuan ( mirip ujian saringan masuk
perguruan tinggi ). Bergerombol sekedar membahas sebuah tema atau lebih
mulai dari yang hangat sanpai yang basi.
Maka sampailah ke depan pintu gerbang perpisahan karena jam diatur
demikian. Ada saat bersua ada saat berpisah. Kembali ke ruang
masing-masing sesuai dengan jadwal yang disepakati. Penulis beranjak
pergi membayar kopi sembari mengumpat "dasar", kepala pusing kok yo
sempat-sempatnya kumpul karo cah cah yang masih nggak jelas masa
depannya. Maksudnya mau dibawa kemana langkah kita. Sambil
bersungut-sungut memegang kepala karena sedikit cenat-cenut mikirin
sukses nggak ya? Salam.
Saya sudah 2 kali ke borobudur temple, alhamdulillah pertama dapat penginapan yang bocor, dan ke 2 dapat hotel yang lumayan enak.
BalasHapusBorobudur sebagai salah satu aset budaya yang berharga yang dimilki indonesia. Jangan dirusak ya :)
kita kaya akan budaya selamat menikmati perjalanan selanjutnya
Hapus