Mengolah mitos menjadi ilmu pengetahuan atau mencari jalan tengah,
bahwa mengubah wabah menjadi hikmah adalah tugas mulia yang diemban oleh
manusia beradab. Sebab jaman semakin mutakhir semakin kompleks maka
dibutuhkan suatu sistem untuk mengurai kerumitan . Ibarat rel yang
lapuk maka kereta hampir selalu anjlok bahkan keluar lintasan.
Dibutuhkan juga manusia dengan kesadaran baru , sebagai makhluk sosial
maka kita wajib bekerja sama. Faktanya adalah kesejahteraan jauh api
dari panggang, sembako semakin mahal, kesehatan tidak murah apalagi
sekolah seperti barang dagang pada umumnya. Belum lagi carut marut
kisruh bidang hukum , politik dan keamanan. Wow negeri kita kaya akan
sistem yang amburadul saling tumpang tindih. Kekerasan hari ini secara
gilang gemilang direproduksi oleh kelompok kepentingan demi rebutan
lapak dan lahan parkir. Berlaku benturan antar kebiadaban bahwa sistem
yang pandir masih bertahan lantaran mitos sering mendahului fakta.
Mungkin kita kaya lantaran klenik dan hal hal yang memang menjadi
tradisi secara kolektif. Dari sini dihasilkan sebuah sintesa bahwa
kegoblokan dihasilkan lantaran sistem dan pelaksana teknis lapangan
setali tiga uang, lha guru saya maling maka saya juga jadi maling.
Menjadi urgen bahwa ketika berdiskusi dengan seorang teman bahwa
karakter ternyata bisa diubah. Nah hari saat sekarang sanggupkah kita
berubah dari karakter yang korup menjadi wajar tanpa pengecualian mirip
audit BPK. Bahwa sistem korup saling berkelit kelindan dengan imun imun
yang juga korup. Dari sini nampaknya nurani yang sanggup bicara
manakala akal sudah nggak waras, logika jungkir balik lantaran
goblokisme kolektif. Lantas sampai kapan sistem yang cerdas sanggup
membebaskan manusia yang terjebak dalam goblokisme kolektif. Pada
akhirnya akan dicari jalan ke masa lampau atau tradisi kearifan lokal
yang kemudian bertransformasi sebagai jati diri atau membangun karakter
yang sesuai jati diri bangsa.
Kita terjebak ke dalam samudra goblokisme kolektif internasional
lantaran sejak awal tidak ada usaha yang sungguh sungguh untuk
menjadikan kemanusiaan sebagai landasan pencapaian kemerdekaan dan
kedaulatan. Alih alih demi kemanusiaan yang adil dan beradab yang ada
hanyalah seberapa kaya dan kuasa kita terhadap akses publik yang
seharusnya dinikmati rakyat banyak. Semakin panjang daftar dosa dan
kesalahan goblokisme kolektif maka semakin hancur rusak binasa keadaban
dan peradaban manusia . Kita mungkin hanya menunggu ratu adil namun ratu
adil adalah tafsir imajiner manusia yang kalah sebelum berperang.
Menilik Pramudya Ananta Toer dalam sebuah novel kebenaran tidak akan
jatuh dari langit kebenaran akan tegak karena diusahakan secara
sungguh-sungguh sepenuh hati. (Salam)