Kamis, 03 Januari 2013

Buku-Buku Berterbangan

judul imagologi strategi rekayasa teks
penerbit arrus media Yogyakarta
terbit 2012

judul madilog
penulis Tan Malaka
penerbit Narasi
terbit 2010

judul Pacar Merah Indonesia jilid 1
penulis Matu Mona
penerbit Beranda
tahun terbit 2010


Setelah pemberontakan PKI 1926 yang berlangsung di Banten, Batavia, Semarang, dan Padang dipatahkan dalam hitungan hari oleh pemerintah Hindia Belanda, ribuan pengikut orgaan paling militan di awal tahun 1920-an ini dibui dan dibuang ke Digul. Yang lainnya melarikan diri dan menjadi manusia kalong di negeri orang. Termasuk lima+satu pemimpin mudanya: Semaun, Djamaludin Tamin, Musso, Alimin, Darsono, dan tentu saja Tan Malaka.
Kisah pelarian lima+satu tokoh PKI itu yang kemudian dijadikan Matu Mona (nama pena wartawan Hasbullah Parindurie) sebagai latar cerita.

Spionnage-Dienst (Patjar Merah Indonesia) menjadi judul awal saat roman ini diterbitkan sebagai cerita bersambung di Pewarta Deli, 9 Juli-19 September 1934. Karena mendapat sambutan yang baik, seri cerita ini pun diterbitkan dalam bentuk buku pada 1938 oleh Centrale Courant en Boekhandel (Toko Buku dan Surat Kabar Sentral) di Medan.

Sebagaimana judulnya, roman ini menjanjikan adegan penyamaran yang licin, spionase yang seru dan penuh kejutan, klandestin dengan latar politik pengejaran pimpinan PKI yang ngalong di Eropa, Amerika, dan Asia.

Matu Mona mengaku, ia mengail bentuk roman ini dari dua karya sukses Baronesse Orczy yang sudah diterjemahkan Balai Pustaka pada 1928, yakni Beloet Kena Randjau atau Patjar Merah Terjerat dan Litjin Bagai Beloet. Pacar Merah dalam karya Matu Mona adalah Scarlet Pimpernel dalam karya Orczy.

Kita tentu saja tak mungkin melakukan pencocokan sejarah yang sepersisnya dalam roman Matu Mona ini. Sebagaimana kata “penyambung lidah” dan penemu kuburan Tan Malaka, Harry A Poeze, roman ini “mencampur-adukkan fakta, desas-desus, khayalan”.

Tapi dalam skala minimum, koneksi ke sejarah itu masih bisa dirabai. Misalnya penyebutan nama tokoh-tokohnya, seperti Djalumin, Paul Mussote, Ivan Alminsky, Semaunof, Darsonov yang memiliki kemiripan dengan nama tokoh-tokoh kunci PKI generasi pertama (Djamaludin Tamin, Musso, Alimin, Semaun, dan Darsono), yang menjadi dasar bahwa ini adalah roman sejarah yang diracik dengan bumbu khayal dan mitos yang kadang berlebih.

Atau tentang Tentonstelling Coloniale (Pameran Besar Hindia) di Paris yang merendahkan bangsa Timur yang dikecam penuh amarah oleh Paul Mussote. Peristiwa itu nyata dan kemudian oleh Frances Gouda dalam Dutch Culture Overseas dijadikan panduan penting untuk menjelaskan hubungan yang bias antara penjajah dan negara jajahannya.
* * *
Matu Mona menyebut kelima aktivis kalong itu sebagai Super Patriot dengan Pacar Merah atau Tan Malaka (nama ini tak pernah disebut) menjadi tokoh sentralnya. Pacar Merah dalam roman ini adalah nabi pergerakan Indonesia yang disamakan begitu saja oleh Matu dengan Mussolini di Italia, Stalin di Uni Soviet, Kemal Pasha di Turki (Buku 1: 43), Jose Rizal di Filipina (Buku I: 167), bahkan mirip dengan tokoh fiksi Don Quixot (Buku 1: 193).

Selain menjadi aktivis pergerakan yang misterius—mysteryman (dalam Buku 2 tertulis: mysterieman), Pacar Merah punya koneksi jaringan bawah tanah di banyak negara yang terus menjaga gerakannya dengan cita-cita besar memerdekakan Nusantara. Ia menjadi target utama PID Hindia Belanda di pelbagai negara karena pengaruhnya. Itulah sebab kepalanya dihargai sebesar: 50 ribu dollar. Proses pengejaran Pacar Merah bersama para pelindungnya inilah yang membuat roman ini menjanjikan ketegangan.

Di Buku 1, pembaca akan disuguhkan kisah Pacar Merah menjadi sosok yang “licin bagai belut” (hlm 78) dan dengan lihai berpindah-pindah tempat antar negara seperti: Bangkok, Singapura, Filipina, Indocina, New York, dan berakhir di Hong Kong dengan tertangkapnya Pacar Merah yang kemudian dilepaskan kembali. Sementara di Buku 2, kita akan mengikuti tokoh-tokoh ini gentayangan di Perancis, Spanyol, Jerman, Uni Soviet, dan berakhir di front pertempuran Palestina melawan Zionis Yahudi dengan tewasnya Alminsky dan luka parahnya Pacar Merah.

Dengan bahasa campur baur (Melayu, Inggris, Belanda, Prancis), Matu Mona menggosok kemampuan belut tokoh-tokoh ini lolos dari spionase PID yang ditanam di hampir semua negara. Berderet-deret nama samaran dilekatkan pada Pacar Merah untuk menjadikannya tokoh paling berkabut, seperti Vichitra (di Bangkok), Puting Ulap dan Profesor Martines (Filipina), Tan Min Kha (Indocina), Ibrahim el-Molqa (Arab/Palestina), dan Amru (Samarkand, Kauskasus, Rusia).

Bermacam-macam pula modus coba diracik Matu Mona agar ceritanya selalu menyimpan greget. Di Buku 1, misalnya, pembaca akan disuguhkan peristiwa bagaimana Pacar merah diselundupkan organ bawah tanah Siam-Malaya untuk lolos dari sergapan dalam kapal barang. Atau di Buku 2, bagaimana Darsonov berhasil memperdayai PID Paris dengan bersembunyi di Masjid (hlm 23-24).

Disebutkan juga bahwa Pacar Merah memiliki azimat yang bisa memprediksi apa yang terjadi di masa depan. Termasuk kekuatan gaib. “Aku dapat menghilangkan diriku. Biarpun beribu manusia mengepung,” kata Pacar Merah (Buku 1: 77-80; Buku 2: 46-48). Bahwa Pacar Merah punya aji kekebalan tubuh (Buku 1: 203). Bahwa Pacar Merah punya ilmu hipnotis yang bisa memperdaya PID Moskow (Buku 2: 183, 185). Bahkan Mussote, lewat perjalanan yang melelahkan menembus kembali Indonesia dieluk-elukkan warga sebagai Ratu Adil dengan membagi-bagikan beras dan uang kepada petani melarat. (Buku 2: 161, 163).

Dalam proses penyamaran itu, Pacar Merah dan rekan-rekannya senasib kemudian kita dapatkan menjadi manusia Super Patriot: pribadi-pribadi yang mencintai negerinya, tapi terperangkap menjadi warga tanpa negara selama bertahun-tahun lamanya. Kerinduan yang meraung dan petualangan penuh kesepian itu yang terus dieksploitasi Matu Mona dengan dilengkapi percintaan tanpa seks antara Pacar Merah dengan Ninon Phao (Bangkok), Pacar Merah dengan Agnes Palloma (Filipina), serta Ivan Alminsky dengan Michelle (Paris).

Matu Mona saya kira berlebihan meletakkan Pacar Merah dalam konteks pribadi menjadi kalong politik di Eropa, Amerika, dan Asia. Dari detail yang saya catat di Buku 1 dan 2, Pacar Merah disebut-sebut pribadi luhur tanpa cacat, seorang ksatria budiman (hlm 60), pentolan kebangsaan (hlm 90) yang kalis dari seks, sesosok di mana masa depan pergerakan Indonesia diletakkan di pundahknya.

Apalagi Matu Mona menempatkan Pacar Merah dan rekan-rekannya nyaris selalu hadir dalam momentum sejarah besar pergolakan revolusi di sejumlah negara.

Di Buku I, Matu Mona berada di tengah arus Revolusi Rakyat Thailand (hlm 70) yang hampir meledak, perang besar Tiongkok-Jepang di Indocina/Saigon (hlm 208). Sementara di Buku 2, Matu Mona menempatkannya di perang saudara Spanyol (hlm 50-51), di tengah kelahiran Fasisme Italia dan Perang Ethiopia, kecamuk Nazi Jerman (hlm 70), kediktatoran Kremlin menjadi-jadi (hlm 169), pawai kuasa Syah Iran (hlm. 201), maupun Perang Palestina-Israel (hlm. 78).

Dari segi menjaga ritme keterkejutan, Matu Mona terperangkap pada klise. Di Buku 2, Matu Mona kehilangan daya pukau bercerita sama sekali lantaran nyaris ia hanya mengulangi adegan-adegan detektif, penyamaran, dan tumpukan sindikasi supranatural yang sudah jor-joran disajikan di Buku 1.
Di buku 2 pembaca justru dijejali informasi-informasi ensiklopedis dan kronikal tentang perang dan golak politik besar di Spanyol, Ethiopia, Italia, Prancis, Jerman, India, Iran, Moskow, dan Palestina di tahun-tahun 30-an. Untunglah, pembaca masih tertolong oleh kisah-kisah konyol Darsonov dan kepulangan klandestin Paul Mussote ke Indonesia untuk mengumpulkan basis yang terserpih dan nyaris tak terterangkan dalam sejarah pergerakan.
 

judul Pacar Merah Indonesia jilid 2
penulis Matu Mona
penerbit Beranda
tahun terbit 2010

judul Burung Burung Manyar
penulis YB Mangunwijaya
penerbit Djambatan
tahun terbit 2010

judul Dialektika Islam
penulis Yudi latif
penerbit Jalasutra
tahun terbit 2009

judul Jalan Sufi Nurcholis Madjid
penerbit pilar Media
tahun terbit 2007






Informasi lebih lanjut hubungi 081559813926 / 081358255923 up Tony Herdianto

Sabtu, 14 Juli 2012

Islam dan Demokrasi (II)

    

     Sebagaimana sejarah tentang peradaban maka periodesasi perkembangan Islam adalah Jazirah Arab yang dengan segala aspek budaya dan tradisinya. Maka periodesasi yang paling menentukan adalah ketika persinggungan dengan para pedagang di nusantara dengan beragam budaya dan tradisinya . Diaspora atau penyebaran oleh pedagang dan guru tarekat / mursyid berkembang secara dinamis lantaran penduduk nusantara sudah mengenal Tuhannya sejak jaman purwakala.

 Dari sini kiranya dapat kita tarik benang merah betapa sebagai bangsa yang religius kita sudah sejak lama menjunjung tinggi demokrasi dalam segala bentuk peradaban. Sekalipun kenyataannya kita dikuasai oleh hampir ratusan kerajaan atau kesultanan , namun ghirah / semangat demokrasi itu sudah nampak .

    Menarik untuk menjadi bahasan adalah sumbangsih yang sangat berarti tentang kebhinekaan kita. Berbeda namun tetap satu jua, sebenarnya ini adalah ambiguitas sebagai sebuah bangsa, namun dipersatukan mungkin oleh nasib saling menderita. Pada periodesasi perkembangan Islam di nusantara para penyebarnya terutama di Jawa dengan sentral 9 wali.

     Maka proses akulturasi berjalan sangat progresif dan mungkin juga revolusioner. Bisa dilihat dari semula kerajaan bercorak Hindu-Budha beralih ke kerajaan / kesultanan. Bisa juga dimaknai sebagai proses demokrasi karena para raja atau bangsawan beralih secara sukarela tanpa paksaan. Kita juga tahu bahwa di India sekalipun dinasti Jehan sekian abad berkuasa namun di India, Hindu tetap sebagai agama dengan pemeluk mayoritas. Mungkin ini juga sesuai dengan konsep negara modern dimana Nabi memimpin tidak hanya umat Islam namun juga Kristen ,Yahudi juga Zoroaster di Madinah.

    Kembali tentang konsep demokrasi dalam Islam adalah teladan seperti Nabi yaitu penguasa atau pemimpin dihasilkan melalui musyawarah atau kesepakatan bersama. Di jaman modern ini mungkin hanya Swiss dan Swedia yang masih menerapkan model konsensus untuk tujuan kebaikan bersama . Di nusantara malah terjadi proses sebaliknya dengan model pemilu langsung untuk memilih wakil di parlemen maupun eksekutif. Bahkan terjebak dengan semangat pemberangusan terhadap tradisi , menjadi contoh pasar tradisional dirobohkan di ganti dengan mall. 

    Lebih ironi lagi pelaksanaan demokrasi jauh dari semangat kebangsaan tentang prinsip dasar kebhinekaan yaitu Pancasila dan UUD 1945, maka kiranya perlu menjadi tinjauan bersama mengenai demokrasi kita. Bahwa Islam dan segala aspeknya menghendaki kebaikan bersama semuanya juga sebagaimana demokrasi dicetuskan. Pembaca yang terhormat kiranya sudilah untuk menilai memberi nilai dan menyimpulkan tentang semangat Islam dan Demokrasi, terutama menuju bangsa yang majemuk dengan tetap menjunjug tinggi budaya yang luhur. (Salam)

Rabu, 11 Juli 2012

Flower Flower



Thus the sunshine
The water spread
The breed growing up
The land so fertile
We love the flower
Emotion any kind
Untill We gonna die

The flower never end
Always by my side always stand
Rose jasmine dahlia
I love perfume I love poem

27 June 2012

I am not a writer I just make a note
I am not a reporter I just take a part
I am not an actor I just on my own decision
I do anything I like to do
I create my world based on my own
I accept what they want sometimes
I accomodate along I can handle
I suppossed my world so easy
I regard what the decision they make
Life so simple but so hard
Complexicity the most popular art
I do believe someday my life change
even I do not know what I have done


Goblok Kolektif

Mengolah mitos menjadi ilmu pengetahuan atau mencari jalan tengah, bahwa mengubah wabah menjadi hikmah adalah tugas mulia yang diemban oleh manusia beradab. Sebab jaman semakin mutakhir semakin kompleks maka dibutuhkan suatu sistem untuk mengurai kerumitan . Ibarat rel yang lapuk maka kereta hampir selalu anjlok bahkan keluar lintasan. Dibutuhkan juga manusia dengan kesadaran baru , sebagai makhluk sosial maka kita wajib bekerja sama. Faktanya adalah kesejahteraan jauh api dari panggang, sembako semakin mahal, kesehatan tidak murah apalagi sekolah seperti barang dagang pada umumnya. Belum lagi carut marut kisruh bidang hukum , politik dan keamanan. Wow negeri kita kaya akan sistem yang amburadul saling tumpang tindih. Kekerasan hari ini secara gilang gemilang direproduksi oleh kelompok kepentingan demi rebutan lapak dan lahan parkir. Berlaku benturan antar kebiadaban bahwa sistem yang pandir masih bertahan lantaran mitos sering mendahului fakta. Mungkin kita kaya lantaran klenik dan hal hal yang memang menjadi tradisi secara kolektif. Dari sini dihasilkan sebuah sintesa bahwa kegoblokan dihasilkan lantaran sistem dan pelaksana teknis lapangan setali tiga uang, lha guru saya maling maka saya juga jadi maling.

Menjadi urgen bahwa ketika berdiskusi dengan seorang teman bahwa karakter ternyata bisa diubah. Nah hari saat sekarang sanggupkah kita berubah dari karakter yang korup menjadi wajar tanpa pengecualian mirip audit BPK. Bahwa sistem korup saling berkelit kelindan dengan imun imun yang juga korup. Dari sini nampaknya nurani yang sanggup bicara manakala akal sudah nggak waras, logika jungkir balik lantaran goblokisme kolektif. Lantas sampai kapan sistem yang cerdas sanggup membebaskan manusia yang terjebak dalam goblokisme kolektif. Pada akhirnya akan dicari jalan ke masa lampau atau tradisi kearifan lokal yang kemudian bertransformasi sebagai jati diri atau membangun karakter yang sesuai jati diri bangsa.

Kita terjebak ke dalam samudra goblokisme kolektif internasional lantaran sejak awal tidak ada usaha yang sungguh sungguh untuk menjadikan kemanusiaan sebagai landasan pencapaian kemerdekaan dan kedaulatan. Alih alih demi kemanusiaan yang adil dan beradab yang ada hanyalah seberapa kaya dan kuasa kita terhadap akses publik yang seharusnya dinikmati rakyat banyak. Semakin panjang daftar dosa dan kesalahan goblokisme kolektif maka semakin hancur rusak binasa keadaban dan peradaban manusia . Kita mungkin hanya menunggu ratu adil namun ratu adil adalah tafsir imajiner manusia yang kalah sebelum berperang. Menilik Pramudya Ananta Toer dalam sebuah novel kebenaran tidak akan jatuh dari langit kebenaran akan tegak karena diusahakan secara sungguh-sungguh sepenuh hati. (Salam)

Selasa, 29 Mei 2012

Negasi Sebuah Perjuangan

    
    S
ebermula adalah kata, terjalin rangkaian kata menjadi kalimat. Berjilid-jilid menjadi aneka warna karya, kedaulatan ada ditangan penulis dan pembaca. Maka berbicaralah sang pujangga, ada kalanya hidup manusia diliputi kesenangan akan dunia. Juga sebaliknya kesedihan merundung kehidupan manusia. Sang bijak bestari berkata semua ada hikmahnya, karena hampir tidak ada ciptaanNya yang sia-sia. Kita manusia diberikan akal pikiran agar bisa mendekat kepadaNya. Maka manusia haruslah menggapainya dengan sultan (ilmu) untuk menjangkaunya.


    Masalah kontemporer hari ini adalah galau, hampir menghinggapi seluruh lapisan manusia, tua muda kaya miskin. Mengapa sebagai hamba yang beriman dan berilmu kita masih galau? Sumber yang utama adalah diri sendiri sebelum kita melihat keluar. Bertanyalah pada hatimu, berpikirlah sejernih mungkin. Maka akan kau dapati bahwa manusia adalah sarang kedhaifan serba ternoda salah dan lupa.

    Dibutuhkan usaha yang sungguh-sungguh untuk mencapai kejernihan berpikir dan bertindak. Upaya yang berkesinambungan dan penuh pengabdian pada kemanusiaan yang adil dan beradab, tidak terhenti pada kebijakan-kebijakan kata-kata tetapi implementasi. Wujud riil atas amanat rakyat menuju negeri gemah ripah lohjinawi toto tentrem kerto raharjo baldatun thayibatun ghafurur rahim. 

    Bahwa atas berkat Allah yang maha kuasa dan dengan dorongan cita-cita luhur maka dengan ini menyatakan kemerdekaannya. Bangsa ini sudah lepas dari penjajahan tradisional namun masih terjebak kearah mana bangsa akan dibawah kalau masalah kemajemukan tak segera teratasi. Kalau hal ini benar maka para pemimpin sedang galau dan mereka masih bermimpi mewujudkan negara sejahtera. Padahal disudut sana bung Akbar sudah bosan mbecak di Jtv, ia memutuskan pindah saluran menjadi comic di stasiun nasional.


    Humor adalah soal selera namun keterlaluan jika pelaku humor adalah pengambil kebijakan tinggi, lha rakyatnya mau ketawa dengan cara apa?! Wong mereka sudah ngenes dengan persoalan sehari-hari. Memang benar kebahagiaan ada dihati bukan berupa materi, namun mau bahagia bagaimana kerja tak dapat. Sementara kaleng susu bertalu-talu laksana gendang nusantara memanggil-manggil anak nusantara jangan menyusu pada ibumu. Lha ini celaka namanya kedaulatan ibu direnggut paksa oleh sebuah kampanye internasional "Gantilah susu ibu dengan susu kaleng maka kau akan lebih sehat dan menaikkan gengsi daripada ibu dan bayi." Menyusui adalah kegiatan purba manusia sebelum bayi mengenal beras bahkan hari-hari ini dijejali produk yang katanya sanggup membawa si bayi berpikir cerdas nakal dan radikal, atau jangan-jangan awal teroris dari sini juga ya? Karena bayi telah lepas dari kasih sayang ibunya, dijadikan robot oleh kapitalisme mutakhir.

    Jangan-jangan cyborg juga sudah berkembang biak lantaran hari ini kita tak peduli lagi pada tradisi, semua serba instan. Perguruan tinggi instan, rumah sakit instan, bupati walikota presiden. Juga dalam pikiran nakal bahwa penguasa langit dan bumi jangan-jangan juga dijadikan instan oleh hambaNya. salam


Malang,290512
sekedarnya saja

Senin, 07 Mei 2012

Islam dan Demokrasi (1)

Tulisan ini tidak mempunyai kehendak semacam gendang yang dipukul bertalu-talu. Juga tidak membuat suasana hingar bingar yang sudah diwakili masyarakat Indonesia kontemporer. Juga tidak hendak memprovokasi agar perjuangan haruslah melalui jalan kekerasan melainkan mari kita saling lempar wacana, bukan lempar handuk sembunyi badan. Hanya saja kemudian mencoba menyambung sebuah diskusi informal dengan seorang kawan tentang relevansi demokrasi dan Islam. Pertanyaan mendasar adalah kompatibelkah antara dua arus besar untuk bersatu jika keduanya mengusung kecurigaan. Bahwa dibutuhkan penerimaan yang tulus dan sungguh sungguh para pihak agar terbangun jembatan penghubung antar peradaban.

Jika peradaban dinasti yang berkuasa pasca khalifah disebut model ideal tentang negara. Maka kita akan mundur ke belakang sejak sebelum Islam diajarkan Oleh nabi Muhammad. Bahwa budaya patriarki adalah sebelum kedatangan nabi sudah ada maka peradaban yang hendak dibangun oleh kalangan pengusung daulah kedinastian bisa saja mendekati abad kegelapan. Maka ada namanya jalan tengah, mungkin model ini diterapkan oleh negara Turki saat sekarang. Sekalipun ide tentang sekularisasi meluluhlantakkan peradaban Turki pasca perang dunia kedua, saat sekarang pelan tapi pasti meminjam istilah Peter L Berger bahwa peran agama diterima selaku benar adanya.

Maka runtuhlah ide sekularisasi yang diusung oleh peradaban Eropa berikut sistem jelmaan manusia yang rakus. Imperialisme,kapitalisme,liberalisme dan matinya komunis seiring dengan semakin seksinya sosialis bertabur kue kapitalisme model Cina. Maka demokrasi tidak menyingkirkan peranan agama sama sekali bahkan berkolaborasi membangun sebuah negara bangsa semacam Indonesia. Kita temukan dalam mukadimah undang undang dasar  1945. Ideologi bangsa juga bersumber atas kehendak atau campur tangan Tuhan yang maha esa.

Dari sini kita akan temukan bahwa model negara bangsa menemukan jalannya ketika kita melihat diri sendiri sebagai sebuah bangsa Indonesia yang utuh. Kita berdiri di atas berbagai kemajemukan, bhineka tungga ika. Dan para pendiri bangsa paham betul bahwa peranan agama sangat relevan dan kompatibel dengan negara bangsa. Maka demokrasi Pancasila mengelaborasi peranan agama dalam sebuah negara bangsa Indonesia.

Selasa, 01 Mei 2012

Suatu Hari

Sebelumnya dari sebelumnya
Aku kau dan mereka
kami tak pernah sama
sampai suatu saat
ambil bola itu
atau kau akan terlindas
Kami berebut
giliran mereka menghadang
menggalang menang
diantara kami pecundang
padahal kami berjuang

salam ,
hari buruh internasional
malang 1 mei 2012

Seratus Tahun Kesunyian Legiun Asing Dan Secangkir Kopi

Bowo seorang pemuda yang merasa lapar dan ingin makan. Bowo berjalan-jalan mencari tempat yang cocok untuk menutupi keinginannya tersebut. S...